AGAMA DAN MASYARAKAT
dalam Ilmu Sosial Dasar
Secara etimologi, kata agama
berasal dari bahasa sanserketa, yang berarti dari akar kata gam artinya pergi .
Kemudian kata gam tersebut mendapat awalan "a" dan akhiran
"a". Maka terbentuklah kata agama yang artinya jalan. Maksudnya,
jalan untuk mencapai kebahagiaan. Secara terminology, agama adalah kepercayaan
kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan-hubungan dia melalui
upacara, penyembahan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau
berdasarkan ajaran agama itu.
Fungsi Agama
Menurut lembaga social, agama
merupakan bentuk perilaku manusia yang terlembaga. Dalam masyarakat ada tiga
aspek penting yaitu : Kebudayaan, system social dan kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat
kebudayaan adalah wujud suatu kompleks dari ide - ide, gagasan, nilai - nilai,
norma - norma dan peraturan. Funsi kepribadian dalam hal ini merupakan suatu
dorongan kebutuhan yang kompleks dan kecendrungan bertindak.
Pemahaman mengenai filsafat
adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala
yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Sedangkan tinjauan filsafat dari hasil
pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang aspek-aspek agama
dan ajaran Islam.
Filsafat dan agama mempunyai
hubungan yang terkait dan reflesif dengan manusia, artinya keduanya alat
penggerak dan tenaga utama dalam diri manusia. Yang dikatakan alat penggerak
dan penggerak utama pada diri manusia adalah akal, pikiran, rasa, dan
keyakinan. Dengan alat ini manusia akan mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Agama menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam
menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, kesejahteraan, dan
timbulah kepercayaan dan keyakinan.
Dalam hal fungsi, masyarakat dan
agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat
dipecahakan secara empiris
karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.
Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan
fungsinya sehingga masyarakat
merasa sejahtera, aman, stabil
dan sebagainya.
Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu
tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang
menganut agama.
Masyarakat tipe ini kecil,
terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama, oleh
karena itu keanggotaannyadalam masyarakat adalah sama. Agama menyusup kedalam
kelompok aktivitas yang lain, sifat-sifatnya yaitu :
- Agama memasukan
pengaruh yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak
- Dalam keadaan
lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi
fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara
keseluruhan, dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme
dan menghalangi perubahan.
Fungsi Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem
yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan
hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk
terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani
yang sempurna kesuciannya
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting
dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
Karena agama merupakan sumber moral
Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik
di kala suka, maupun di kala duka.
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah
dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah
dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi
sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa
dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari
luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua
bagian, yaitu
Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam
lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya
ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha
menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada
kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni
kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu
membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan
atau kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama
adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama
mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
– Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia
kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu
keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara
ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit
penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya
bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh
manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia
merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya
soalan kehidupan selepas mati, matlamat
menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi
untuk menjawab soalan-soalan ini.
– Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok
manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja
kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan.
Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib
dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan
sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua
sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan
(integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang
bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada
dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi
masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi
masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik
diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang
mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam
masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang
mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat
yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.
Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga dimana
tempat tersebut untuk membimbing manusia yang mempunyai atau menganut suatu
agama.
dan melembagai suatu agama.
seperti di Indonesia pelembagaan agamanya seperti MUI, MUI
itu sendiri singkatan dari Majelis Ulama Indonesia,yang menghimpun para ulama
indonesia untuk menyatukan gerak langkah islam di Indonesia, MUI yang
melembagai atau membimbing suatu agama khususnya agama islam.
dengan kata lain pelembagaan agama adalah wadah untuk
menampung aspirasi-aspirasi di setiap masing-masing agama. ketika ada selisih
paham yang tidak sependapat dengan agama yang bersangkutan, maka masalah
tersebut di bawa ke pelembagaan agama, untuk di tindak lanjuti.dengan
memusyawarahkan masalah tersebut dan di ambil keputusan bersama dan di sepakati
bersama pula.
Agama, Konflik dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama adalah suatu kenyataan
bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini
adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi.
Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan
terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme
yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan
terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama
adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia
mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu
dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat
pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama
sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan
involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa
ia involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam
kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious
pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak
mau kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism
dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia
disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum
minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah)
memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.
Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu
sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian
mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui
bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap
warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang
menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum
kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara
langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan
terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan
keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM
dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini,
yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap
kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks
relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab
masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori
konflik.
Konflik yang ada
dalam Agama dan Masyarakat
Di beberapa wilayah, integritas
masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama
terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan,
kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil
saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan
berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di
masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan
terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti
Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi
Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu
sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan
kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk
agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas
dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama
dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir
kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara
perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada
ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini
kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan
kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial
bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai
masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan
tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama
dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba
memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang
kerangka analisis sosiologis: teori konflik.
Sumber :